Influencer Gaungkan Kampanye Freedom Online di Hari Anak Perempuan Internasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka Hari Anak Perempuan Internasional 2020, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) kembali menggelar #Girlstakeover: Sehari Jadi Pemimpin 2020 pada Oktober dengan tema "Freedom Online". Anak perempuan akan mengambil alih akun media sosial para tokoh serta bersama-sama menyuarakan kebebasan berekspresi di ranah daring .
Tahun ini ada lima tokoh yang berkomitmen memberikan ruang bagi lima anak perempuan untuk bersuara di media sosial mereka. Mereka adalah Najwa Shihab (pendiri Narasi), Hannah Al Rashid (pegiat isu kesetaraan gender dan aktris), Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden RI), Muhammad Farhan (Anggota DPR RI Komisi 1), dan Budiman Sudjatmiko (Ketua umum Gerakan Inovator 4.0 Indonesia). ( )
Sementara lima anak perempuan yang terpilih melalui seleksi ketat adalah Patrichia (Papua), Devie (Maluku Utara), Phylia (Nusa Tenggara Timur), Salwa(Kalimantan Timur), dan Fayanna (Jawa Barat). Sebelumnya mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan seleksi melalui seminar daring, kelas kepemimpinan, hingga kompetisi video blog tentang "Freedom Online" yang diikuti lebih dari 600 anak perempuan di Indonesia.
“Tema "Freedom Online" bermaksud merespon tingginya kegiatan daring anak di masa pandemi COVID-19”, ujar Nazla Mariza, Direktur Influencing Yayasan Plan International Indonesia, melalui siaran resminya pada Selasa (29/9).
"Intensitas kegiatan daring ini turut berdampak pada meningkatnya risiko Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang kerap dialami anak perempuan. Perlu penanganan serius terhadap KBGO karena dapat membuat anak merasa tertekan, hilang kepercayaan diri, mengisolasi diri, bahkan bisa membungkam suara dan kesempatan mereka untuk maju," lanjut Nazla.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, angka pengguna internet selama pandemi COVID-19 meningkat 40%. Kominfo dan berbagai perusahaan media sosial telah mengeluarkan beragam regulasi untuk memastikan keamanan di ranah daring, namun KBGO masih kerap terjadi.
Menurut data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, KBGO meningkat dari 65 kasus di 2018 hingga 97 kasus pada 2019. Beberapa jenis KBGO di antaranya ancaman penyebaran foto atau video pribadi, pelecehan seksual, hingga ejekan terhadap fisik seseorang. Dan, perempuan 27 kali lebih sering mengalami pelecehan daring dibandingkan laki-laki, mengutip data dari Plan International.
Menurut Nazla, selain regulasi, perlu mekanisme pelaporan yang efektif dan edukasi yang semakin intensif kepada pengguna internet, khususnya bagi anak-anak di masa pandemi ini. Media sosial kini merupakan media komunikasi utama, bahkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kaum muda, termasuk anak perempuan. ( )
"Karenanya, melalui kegiatan ini, kami ingin menyadarkan kembali pentingnya upaya serius dari berbagai pihak terhadap penanganan KBGO demi mendorong kebebasan berekspresi, khususnya anak perempuan di dunia daring," pungkas Nazla.
Tahun ini ada lima tokoh yang berkomitmen memberikan ruang bagi lima anak perempuan untuk bersuara di media sosial mereka. Mereka adalah Najwa Shihab (pendiri Narasi), Hannah Al Rashid (pegiat isu kesetaraan gender dan aktris), Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden RI), Muhammad Farhan (Anggota DPR RI Komisi 1), dan Budiman Sudjatmiko (Ketua umum Gerakan Inovator 4.0 Indonesia). ( )
Sementara lima anak perempuan yang terpilih melalui seleksi ketat adalah Patrichia (Papua), Devie (Maluku Utara), Phylia (Nusa Tenggara Timur), Salwa(Kalimantan Timur), dan Fayanna (Jawa Barat). Sebelumnya mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan seleksi melalui seminar daring, kelas kepemimpinan, hingga kompetisi video blog tentang "Freedom Online" yang diikuti lebih dari 600 anak perempuan di Indonesia.
“Tema "Freedom Online" bermaksud merespon tingginya kegiatan daring anak di masa pandemi COVID-19”, ujar Nazla Mariza, Direktur Influencing Yayasan Plan International Indonesia, melalui siaran resminya pada Selasa (29/9).
"Intensitas kegiatan daring ini turut berdampak pada meningkatnya risiko Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang kerap dialami anak perempuan. Perlu penanganan serius terhadap KBGO karena dapat membuat anak merasa tertekan, hilang kepercayaan diri, mengisolasi diri, bahkan bisa membungkam suara dan kesempatan mereka untuk maju," lanjut Nazla.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, angka pengguna internet selama pandemi COVID-19 meningkat 40%. Kominfo dan berbagai perusahaan media sosial telah mengeluarkan beragam regulasi untuk memastikan keamanan di ranah daring, namun KBGO masih kerap terjadi.
Menurut data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, KBGO meningkat dari 65 kasus di 2018 hingga 97 kasus pada 2019. Beberapa jenis KBGO di antaranya ancaman penyebaran foto atau video pribadi, pelecehan seksual, hingga ejekan terhadap fisik seseorang. Dan, perempuan 27 kali lebih sering mengalami pelecehan daring dibandingkan laki-laki, mengutip data dari Plan International.
Menurut Nazla, selain regulasi, perlu mekanisme pelaporan yang efektif dan edukasi yang semakin intensif kepada pengguna internet, khususnya bagi anak-anak di masa pandemi ini. Media sosial kini merupakan media komunikasi utama, bahkan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kaum muda, termasuk anak perempuan. ( )
"Karenanya, melalui kegiatan ini, kami ingin menyadarkan kembali pentingnya upaya serius dari berbagai pihak terhadap penanganan KBGO demi mendorong kebebasan berekspresi, khususnya anak perempuan di dunia daring," pungkas Nazla.
(tsa)